Rabu, 10 Juli 2013

Rindu Alam

TRek Rindu Alam....


Alhamdulillah. Assalamualaykum goweser semua. Semoga kita semua dilimpahkan kesehatan jiwa dan raga oleh Allah SWT.
Hari sabtu 18 may 2013 yang lalu,anggota

HAB mengeksplorasi trek Rindu Alam (RA) di Puncak Pass, Kabupaten Bogor. Sayang tidak banyak peserta yang turut serta karena keterbatasan waktu yang liburnya hanya satu hari, . Belum lagi, karena kesibukan di keluarga. Tapi, tak apalah, mudah-mudahan nanti bisa kita ulang lagi dengan peserta yang lebih masif.

Secara umum, trek RA bersama dengan trek Telaga Warna (TW) adalah trek favorit bagi para goweser di sekitar Jabodatebek karena selain menyediakan karakteristik trek yang lengkap, mulai dari tanjakan-turunan, jalan makadam, jalan berbatu-batu lepas, tanah, rumput, single track, half pipe, jalur air, lumpur, dan aspal, juga kaya akan udara yang sejuk dan pemandangan perkebunan teh yang teratur rapi. Sangat indah. 

Kami adalah pemula di trek ini sehingga dibantu oleh dua orang marshall, yaitu Pak Wid dan Om Dado. Terima kasih Om-Om! Bukan hanya bertanggung jawab sebagai pemandu dan sweeper, mereka juga membantu masalah-masalah teknis sepeda dan memberi masukan cara-cara menaklukkan trek, serta tidak lupa menjadi fotografer.
Kami menggunakan tiga buah mobil dan berangkat dari bekasi sekitar pukul 5.30. Tampaknya ayam-ayam juga belum pada bangun ya.... 

Karena jalan sedikit tersendat saat keluar tol,sekitar pukul 8, kami baru tiba di Masjid Harakatul Jannah di Gadog. Hampir semua goweser yang akan mengeksplorasi trek RA maupun TW memarkir kendaraannya di sini dan berganti angkot sampai ke Puncak Pass. Tidak perlu khawatir karena di sini sudah tersedia tempat parkir yang luas, jasa cuci steam sepeda, kamar mandi, dan penyediaan angkot tentunya. Perlunya parkir di sini karena jalur sepeda dimulai dari Puncak Pass terus turun ke arah Gadog melalui Jalan Alternatif Puncak, beberapa puluh meter saja dari masjid ini. Kalau membawa sopir malah lebih enak, karena bisa langsung bongkar sepeda di Puncak Pass, sementara kendaraan kembali turun dan menunggu di Gadog.

Setelah melewati Jalan Raya Puncak yang mulai macet, sekitar 9.15 kami tiba di Puncak Pass. Di sini ada sebuah warung, Warung Mang Ade namanya, yang menjadi tempat favorit pada goweser yang memersiapkan sepeda dan sarapan. Saat itu, cuaca cerah. Makanan dan minuman hangat menjadi menu utama. Tak lupa, jas hujan langsung dikenakan dan seatpost direndahkan. Kami yang biasa tinggal di bekasi dengan suhu panas, tersiksa kedinginan di ketinggian sekitar 1450m dpl.


Mulai memasuki trek di atas Warung Mang Ade sekitar pukul 9.45, kami harus membayar retribusi sebesar Rp10000 per orang dan mendapatkan 1 botol teh walini yang nikmat,Diawal trek kami di suguhkan dengan tanjakan yang cukup extrem,ada beberapa rekan yang kakinya kram,maklum karena masih pemula habis makan langsung nanjak




Setelah tanjakan yg lumayan kami menemui trek yg mulai mempesona Jalanan didominasi turunan dan Marshall kami menyebutnya trek DH Master C, artinya trek downhill tapi tidak terlalu ekstrim sehingga masih bisa kami lalui dengan nyaman. Namun, kewaspadaan tetap harus dijunjung tinggi karena jalanan licin bekas hujan dan jurang menganga di sebelah kami. Saya sendiri sampai terjungkal tiga kali karena jalan licin itu dan kesalahan memosisikan berat badan.
Perjalanan dilanjutkan ke arah kawasan agrowisata Gunung Mas masih dengan turunan, tebing, dan jurang di sebelah kanan-kiri kami. Karena jalanan agak susah dilewati, terjadi “kemacetan” di beberapa titik dengan rombongan lain. Ada pula rombongan yang sengaja membuntuti kami karena tidak terlalu hapal jalan tetapi tidak menggunakan marshall.




Turunan berbatu-batu membuat tangan bekerja keras menahan handle bar dan mengatur rem. Sangat penting mengatur kapan menggunakan rem depan karena kesalahan sedikit saja, akan membuat sepeda terjungkal. Tapi keganasan turunan ini, menurut saya, masih kalah dibandingkan turunan di Cagar Alam Rawa Danau yang sampai membuat lengan dan trisep saya pegal-pegal. Di sini baru saya mengerti kenapa sepeda fulsus yang mahal-mahal dan rem hidrolik diciptakan hehehe….



Ketinggian menunjukkan 1167m dpl ketika kami tiba di kawasan Gunung Mas yang dikelola oleh PTPN VIII Kebun Gunung Mas menjelang pukul 11. Selain merupakan kawasan agrowisata dengan cuacanya yang sejuk, pemandangan bukit-bukit kebun teh yang menakjubkan, di sini juga tersedia Tea corner dan pabrik pengolahan teh. Kami rehat sebentar sekaligus mengisi perut karena warung selanjutnya baru akan ketemu lagi sekitar 2 jam di depan. Rombongan lain pun tidak ketinggalan.
Lewat ¼ jam dari pukul 12, kami tiba di gerbang gading ganda Taman Safari Indonesia (TSI). Sudah tidak perlu dijelaskan lagi tentang TSI ini karena sepertinya tidak ada yang tidak tahu tentang objek pariwisata nasional di kawasan puncak ini. Namun, ada yang aneh. Banyak goweser dari rombongan lain yang berkerumun dengan penduduk sekitar yang mengendarai motor dan anak-anak kecil. Ternyata, mereka sedang bertransaksi paket sewa ojek dan dorong sepeda untuk menghadapi tanjakan ngehe 1! Luar biasa. Di bekasi, tampaknya belum ada jasa paket ojek dan dorong sepeda ini walaupun tanjakan yang ada tidak kalah ngehe-nya. Beruntung kalau ada anak-anak kampung situ yang bisa dimintakan tolong. Kalau tidak ada, ngehe sendiri.



Tanjakanngehe 1! Anak-anak kampung sini terus mengejar-ngejar dan menawarkan jasa dorong sepeda kepada goweser yang mereka perkirakan tidak akan sanggup gowes dan dorong sampai ke atas. Sebagian tanjakan sudah dilapisi semen yang nyaman untuk mengakomodasi kemudahangowes dan ojek, walaupun tidak sampai puncak. Setelah itu, trek berubah menjadi batu-batu sebesar kepala. Sangat sulit digowes. Selanjutnya adalah trek tanah di tengah-tengah perkebunan teh sampai ke saung seng. Beberapa rombongan lain makan siang di saung ini. Di sini terdapat pula persimpangan ke arah tanjakanngehe 2 atau pilihan lain turunan langsung ke arah Jalan Alternatif Puncak. Waktu hampir menunjukkan pukul 13.30 sehingga kami harus memilih langsung turun. Tak mungkin rasanya kalau harus melahap tanjakan ngehe-ngehe itu,



Memasuki kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, menjelang pukul 14,cuaca mendung, untuk berjaga jaga semua gajet masuk plastik. Tidak ada lagi foto-foto hehehe… Memasuki Jalan Alternatif Puncak, kita dapat bonus turunan super yang sangat panjang. Rem-rem dipaksa kerja keras. Sensasi melahap bonus turunan di tengah pemukiman. Sepeda-sepeda yang tadinya penuh lumpur, sekarang tampak bersih dan tampilan seperti sepeda lagi. Serba salah dengan kaca mata. Dipakai, pandangan buram karena embun, dibuka, mata pasti tersemprot air dari ban yang membuat mata-mata kami memerah.
Turunan berakhir di Jalan Raya Gadog-Puncak, di sebelah restoran Sederhana, hanya beberapa puluh meter saja dari masjid Gadog.



Kami mencapai finish sekitar 15’ menjelang pukul 16. Sepeda-sepeda langsung dicuci steam bersih karena sebagian harus masuk mobil. Ganjal perut dengan batagor, mandi, solat, ganjal perut lagi dengan sekuteng, dan siap kembali ke bekasi pukul 17. Alhamdulillah masih bisa nyetir sampai ke bekasi dengan tekad untuk kembali lagi dan menaklukkan tanjakan-tanjakan ngehe itu. Kapan?





Tidak ada komentar:

Posting Komentar